Kamis, 13 Oktober 2011

Hukum Syara' Dan pembagiannya


Latar Belakang
Hukum merupakan sesuatu yang tidak bisa di lepaskan dari kehidupan sehari-hari, karena hukum itu mengatur semua perbuatan yang kita lakukan yang sifatnya mengikat dan memaksa, akan tetapi, seketat apapun hukum yang diterapkan tetap saja masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang di lakukan oleh manusia, seperti di Indonesia misalnya, siapa yang tidak mengakui kalau Negara Indonesia adalah Negara hukum, tetapi mengapa masih pelanggaran yang terjadi, secara konsep, hukum di Indonesia sangat bagus bahkan bisa di bilang sempurna, akan tetapi karena adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang menyebabkan semua hal itu terjadi, yang mereka semua tidak punya kesadaran kalau hukum bukan untuk di buat mainan akan tetapi untuk di ikuti.
Di dunia islam, hukum banyak sekali macam dan bentuknya, akan tetapi secara garis besar dibagi menjadi dua, dan menganai tema yang kami angkat adalah masalah hokum dan pembagiannya yang akan kami uraikan pada pembahasan berikutnya.

A.      Pengertian Hukum Syara’.
Hukum syara’ dalam kajian fiqh islam, diberi pengertian atau di artikan sebagai berikut.
إثبات شيءعلى شيء أو نفيه عنه
“ menetapkan sesuatu atas sesuatu dan meniadakan sesuatu daripadanya”.
Dari penjelasan di atas, ada satu unsur yang menjadi ciri suatu hukum syara’, yaitu adanya suatu penetapan, baik penetapan itu dinisbatkan kepada suatu keadaan. Artinya, unsur kuat dalam hokum adalah dengan adanya suatu kepastian mengenai di-adakannya atau di-tiadakannya sesuatu.[1]
Mayoritas ulama’ ushul mendifinisikan hukum syara’ sebagai berikut;
خطاب الله المتعلق بافعال المكلفين إقتضاء أو تحييراأووضعا
“perintah allah yang menyangkut perbuatan arang mukallaf yang berakal sehat,  baik bersifat imperatif atau fakultatif, atau menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat dang penghalang”[2]
Yang dimaksud dengan hitob allah dalam difimnisi di atas adalah semua bentuk dalil, baik al-quran, sunnah, maupun yang lainnya seperti ijma’ dan qiyas. Yang di maksud imperative (iqtidha) adalah tuntunan untuk melakukan sesuatu, baik itu berupa kewajiban atau larangan untuk meninggalkannya, yakni larangan baik memaksa atau tidak di paksa. Yang d maksud fakultatif (tahyir) adalah keolehan memilih antara melakukan seuatu atau meninggalkan dengan posisi yang sama.[3]
a)    Contoh irman allah yang bersifat perintah untuk mengerjakan
#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# öNà6¯=yès9 tbqçHxqöè? ÇÎÏÈ  
Artinya: Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.(QS. an-nuur: 56)
b)    Contoh firman allah yang bersifat perintah untuk meningggalkan.
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.(QS. Al-baqoroh: 188)
c)    Contoh firman allah yang bersifat memilih.
(#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( ¢
Artinya: Dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar(QS, al-baqoroh: 187)
B.       Macam-Macam Hukum Syara’
Menurut difinisi yang di sampaikan oleh ulama’ ushul, hokum syara’ tidak hanya satu macam saja.[4] Secara umum dalam kajian fiqh islam, berdasarkan karakter yang melekat pada hukum dibagi menjadi dua
1.    Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah khittob allah atau sabda nabi nabi Muhammad SAW, yang mengandung tuntutan, baik baik larangan atau perintah.[5]
Pada umumanya ulama’ fiqh sepakat membagi hokum taklifi menjadi lima bagian, sebab kelima macam hokum itulah yang menimbulakan efek atau konsekuensi terhadap perbuatan orang mekallaf, maka dalam pandangan ulama’ fiqh, efek atau konsekuansi inilah yang kemudian di sebut dengan Al-Ahkam Al-Khomsah.[6] Yaitu:
1)        Wajib (ijab)
Wajib adalah perintah syara’ kepada orang mukallaf untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti (juzmun) yang apabila perintah itu tidak di kerjakan maka akan berdosa, dan jika tidak di lakukan akan mendapat pahala, sperti firman allah yang berbunyi sebagai berikut:
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# öNà6¯=yès9 tbqçHxqöè? ÇÎÏÈ  
Artinya: Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. (QS. an-nuur: 56)
Ayat di atas menjelaskan bahwa solat dan zakat itu adalah wajib, krena ia satau bentuk tuntunan yang pasti yang berdasarkan pada al-qur’an dan hadis. Para ulama’ madzhab hanafi membedakan antar fardu dengan wajib, jika tuntunan melakukan sesuatu perbuatan itu dalam bentuk pasti (juzmun) berdasarkan pada al-qur’an dan hadis maka ia di namakan fardu, akan tetapi jika berdasarkan dalil-dalil lain seelaian keduanya itu maka di namakan wajib, seperti membaca bermacam-macamsurat dalam solat adalah fardu, karena ia berdasarkan dalil-dalil qot’I yaitu al-quran, sementara membaca surat al-fatihah adalah wajib karena ia berdasarkan yang dhanni yaitu hadis ahad.
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS. Al-baqoroh: 183).

2)      Sunnah (mandub)
والندب مافي فعله ثواب # ولم يكن تركه عقاب
“Sunnah ialah suatu perintah yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan tidak di siksa apabila tidak di kerjakan”.[7] Seperti firman allah;
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-baqoroh: 282)
Lafad yang bergais bawah (nqç7çFò2$$sù) adalah perintah sunnah, bukan peintah wajib dengan Dalil qorinah yang ada pada ayat itu sendiri, yaitu pada ayat;
÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& ÇËÑÌÈ  
Artinya: akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya), (QS, al-baqoroh: 283).
Secara umum ulama’ ushul membagi sunnah menjadi tiga macam:
1.         Sunnah muakkadah
2.         Sunnah ghairu nuakkadah
3.         Sunnah za’idah[8]

3)      Mubah (ibahah)
وليس في المباح من ثواب # فعلا وتركا بل ولا عقاب
“Tidak di siksa dan di beri pahala bagi orang yang mengerjakan dan yang meninggalkan”, sepeti firma allah;
#sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 ŸÇËÈ     
Artinya: dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.(QS, al-maidah: 2)
4)      Harom (tahrim)
Hitob allah yang mengandung larangan yang mesti harus dijauhi.[9] Seperti dalam firman allah;
Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ  
Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.(QS, al-israa’: 32).
Juga dalam firman allah yang berbunyi;
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ÇËÐÎÈ  
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS, al-baqoroh: 275)
Ayat di atas di kuatkan oleh hadis nabi yang berbunyi;
عن ابن مسعود قال لعن الله رسول الله صلعم. اكل الرباوموكله وشاهده وكاتبه (رواه ابودودوغيره)
“Diriwayatkan oleh ibnu mas’ud R.A, bahwa rosullah telah melaknat pemakan riba, yang mewakilkannya, saksinya dan penulisnya”[10]

5)      Makruh
وضابط المكروه عكس ماندب # كذلك الحرم عكس مايجب
Makruh adalah kebalikannya sunnah atau mandub, yaitu di beri pahala bagi yang meninggalkan dan di siksa bagi yang mengerjakan.[11] Dalam al-quran allah berfirman;
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=t«ó¡n@ ô`tã uä!$uô©r& bÎ) yö6è? öNä3s9 öNä.÷sÝ¡n@ bÎ)ur (#qè=t«ó¡n@ $pk÷]tã tûüÏm ãA¨t\ムãb#uäöà)ø9$# yö7è? öNä3s9 $xÿtã ª!$# $pk÷]tã 3 ª!$#ur îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇÊÉÊÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.(QS, al-maidah:101)
Makruh secara umum di bagi menjadi tiga
1.         Makruh tanzih
2.         Makruh awal
3.         Makruh tahrim
2.    Hukum Wadh’i
Hokum wadh’I adalah firman allah yang menuntut  untuk menjadikan suatu sebab, syarat atau penghalag dari sesuatu yang lain.
Hukum wadh’I tidak bermaksud untuk menuntut atau member pilihan kepada orang mukallah, tetapi ia adalah pendahuluan kepada suatu tuntunan.
a)      Contoh: yang menjadikan suatu sebab,
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# ÇÐÑÈ  
Artinya: dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (QS, al-israa’: 78)
b)      Contoh: yang menjadikan syarat.
(#qè=tGö/$#ur 4yJ»tGuŠø9$# #Ó¨Lym #sŒÎ) (#qäón=t/ yy%s3ÏiZ9$# ÷ÇÏÈ  
Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
c)      Contoh: yang menjadikan penghalang.
ليس للقاتل ميراث
“Pemunuh tidak memdapaykan waris”.[12]
Jumhur ulama’ ushul sepakat membagi hokum wadh’I menjadi tiga bagian, yaitu: sebab, syarat, mani’ (penghalang), akan tetapi imam syafi’I menambahkan dengan sah  dan batal.
  1. Sebab
Sebab secara bahasa adalah sesuatu yang dapat menyampaikan kepada sesuatu yang lain, sedanh]gkan secara istilah suatu sifat yang di jadikan syar’i sebagai tanda adnya hokum. Contoh:
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur ̍ôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% ̍ôfxÿø9$# šc%x. #YŠqåkôtB ÇÐÑÈ  
Artinya: dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS, al-israa’: 78)
  1. Syarat
Syarat adalah sesuatu yang ada atau tidak adanya hukum, tergantung ada dan tidak adanya sesuatu itu.  Contoh:
قال رسو ل الله صلعم. لاصلاo4 لمن لاوضوءله, ولاوضوء لمن لا يدكراسم الله عليه(رواه احمد وابودود وبن ماجه وحاكم)
“Rosulullah SAW bersabda: tidak sah solatnya orang yang tidak punya  wudu’, dan tidak sempurna berwudu’ bagi orang yan tidak menyebut nama allah.[13](HR, ahmad, abu daud, ibnu majah, al-hakim”).
  1. Mani (penghalang).
Mani’ adalah pengahalang bagi terjdinya hokum jika tidak ada mani’ maka hukum itu bisa di laksanakan. Seeperti perbedaan agama, pembunuhan, perbudakan, dapat menjadi teralngnya hak mewarisi.
“Rosulullah SAW bersabda: orang kafir tidak mewarisi pusaka orangislam begitu juga sebaliknya”(HR,ahmat).
لايورث القاتل
“seorang pembunuh tidak dapat warisan”
  1. Sah (sahih)
Perbuatan yang sempurna syarat dan rukunnya serta terhasil kesan yang di kehendaki darinya sebagi mana yang di tetapkan oleh syara’.
Contoh: “sholat yang di lakukan dengan mencukupi syarat dan rukunnya di anggap sah oleh syara’, hasil sholat tersebut tidak perlu di ulangi”.
  1. Batal (batil).
Perbuatan yang tidak sempurna syarat dan rukunnya serta tidak ada hasil dari kesan yang di kehendakinya, sebagaimana yang di tetapkan oleh syara’.
Contoh: “sholat yang di lakukan tanpa mencukupi syarat dan rukunnya (belum masuk waktu) di anggap batal oleh syara’, hailnya sholat tersebut pelu di ulangi jika waktunya tidak ddi qodho’kan, jika telah berakhir waktunya.


[1] Saifuddin, mujtaba, ilmu fiqh, sebuah pengantar, hlm. 61
[2] Rahmat syafi’ie, M, A, I,mu ushul fiqh, hlm. 295
[3] Rahmat syafi’ie, M, A, I,mu ushul fiqh, hlm. 295-296
[4] Abdul wahab kholaf, kaidah-kaiah hokum islam, hlm. 155
[5] Moh, rifa’I, ushul fiqh, hlm. 14
[6] Saifuddin, mujtaba, ilmu fiqh, sebuah pengantar, hlm. 66
[7] Muh, alawy bin abbas al-malikyal al-husna,mandzumatul waroqot, fiqh islami, hlm. 4
[8] Saifuddin, mujtaba, ilmu fiqh, sebuah pengantar, hlm. 71-72
[9] Moh, rifa’I, ushul fiqh, hlm. 15
[10] Rahmat syafi’ie, M, A,fiqh munakahat, hlm: 260-261
[11] Muh, alawy bin abbas al-malikyal al-husna,mandzumatul waroqot, fiqh islami, hlm. 6
[12] Rahmat syafi’ie, M, A, I,mu ushul fiqh, hlm. 313
[13] Syekh, jalaluddin as-suyuti, lubabul hadis, hlm: 14-15

Tidak ada komentar: